Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang hidup berdasarkan asal-usul terkait dengan leluhur secara turun temurun pada suatu wilayah adat. Masyarakat hukum adat memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya. Keberadaan kelompok-kelompok masyarakat hukum adat di Kabupaten Sarolangun, sebagaimana realitas empirik di sebagian besar wilayah Indonesia adalah suatu fakta yang mewakili realitas yang ada.
Keberadaan kelompok masyarakat hukum adat di Kabupaten Sarolangun dapat dilihat pada keberadaan komunitas-komunitas masyarakat yang tersebar pada berbagai wilayah Kabupaten Sarolangun yang memiliki ciri-ciri sebagai masyarakat asli Sarolangun dan memiliki indikator-indikator sebagai suatu komunitas masyarakat hukum adat terkait dengan asal-usul, kelembagaan, lembaga adat, dan hukum adat yang masih tetap menunjukkan keberadaannya hingga saat ini.
Keberadaan komunitas masyarakat hukum adat di Kabupaten Sarolangun seperti juga yang terdapat di berbagai wilayah lain di Indonesia pada dasarnya merupakan sumber dari kekayaan sosial budaya Indonesia dan juga bagi Kabupaten Sarolangun sendiri. Kondisi tersebut tersebut merupakan perpaduan dari berbagai kekayaan komunitas-komunitas masyarakat hukum adat yang sangat berpotensi menjadi modal dasar perkembangan kebudayaan nasional Indonesia.
Konsep-konsep penataan masyarakat hukum adat di Sarolangun, kearifan lokal dalam pengelolaan tanah dan sumber daya alam serta tradisi-tradisi yang berkembang disadari merupakan bagian penting dari perjalanan sejarah dan perkembangan sosial, politik, ekonomi dan hukum di wilayah Kabupaten Sarolangun. Hal-hal tersebut, sebagaimana juga terdapat pada konteks-konteks masyarakat hukum adat lain di berbagai wilayah negara Republik Indonsia telah mendorong para pendiri negara (founding father) Indonesia untuk merumuskan bahwa Negara Indonesia terdiri dari komunitas beragam yang memiliki ciri dan kekhasannya masing-masing. Oleh karena itu, pada dasarnya sejak awal, para pendiri bangsa menjadikan hal tersebut sebagai salah satu aspek penting dalam merumuskan konstitusi negara yakni undang-undang dasar 1945 yang menjadi landasan formal paling fundamental bagi keberadaan Indonesia sebagai suatu negara bangsa (nation state). Namun meski telah disadari sejak awal oleh para pendiri Negara bangsa Indonesia tentang keragaman kelompok masyarakat di Indonesia termasuk keragaman masyarakat hukum adat sebagai suatu fakta yang seharusnya landasan penting kebijakan dan proses pembangunan, walaupun hal tersebut nampaknya belum dapat terwujud secara maksimal.
Berbagai kebijakan dan proses pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pasca kemerdekaan baik itu pada level nasional maupun daerah ternyata tidak serta merta membawa kesejahteraan bagi masyarakat hukum adat. Hal tersebut dipengaruhi oleh kencenderungan orientasi pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah masih belum menjadikan keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak-hak komunal yang terkait dengan aspek kesejarahan dari keberadaan mereka menjadi salah satu pertimbangan penting. Kondisi tersebut juga diikuti oleh masih belum maksimalnya peran dan keterlibatan masyarakat hukum adat dalam proses-proses pembangunan termasuk yang dilakukan di wilayah-wilayah adat mereka terutama yang terkait dengan hak- hak adat mereka yang diwarisi secara turun temurun, sehingga menjadikan masyarakat hukum adat cenderung berada dalam posisi yang kurang menguntungkan dalam dinamika pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Berbagai peraturan perundang-undangan pada dasarnya telah cukup mengatur tentang keberadaan masyarakat hukum adat. Namun pada tahap implementasi cenderung masih terdapat pengabaian terhadap keberadaan masyarakat hukum adat sebagai suatu komunitas masyarakat yang memiliki keunikan dan ciri khas sendiri yang seharusnya menjadi salah satu pertimbangan dalam terbentuknya berbagai peraturan perundang-undangan dalam mendukung berbagai kebijakan pembangunan pemerintah. Kondisi tersebut cenderung menunjukkan masih belum maksimalnya perhatian negara pada komunitas masyarakat hukum adat, termasuk yang terjadi di Kabupaten Sarolangun. Kalaupun ada perhatian dari pemerintah, hal tersebut masih sebatas pandangan bahwa masyarakat hukum adat adalah komunitas masyarakat yang memiliki praktek-praktek sosial yang unik dalam konteks ritual-ritual semata dan belum sebagai sebuah komunitas masyarakat yang memiliki kearifan lokal (local wisdom) yang pada dasarnya merupakan salah satu energi besar yang dapat berguna bagi pengembangan masyarakat dan upaya mendukung proses pembangunan di Kabupaten Sarolangun jika dimanfaatkan dengan tepat. Apalagi kondisi dewasa ini menunjukkan bahwa telah ada berbagai pengakuan secara formal oleh pemerintah bagi keberadaan masyarakat hukum adat dan hak- haknya melalui berbagai peraturan perundang-undangan dan regulasi tingkat nasional yang dapat menjadi jalan bagi pemanfaatan eksistensi masyarakat hukum adat sebagai bagian penting yang mendukung dinamika pembangunan di Kabupaten Sarolangun.
Dengan demikian, Peraturan Daerah Kabupaten Sarolangun Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Terhadap Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Sarolangun tidak dimaksudkan untuk membuat suatu “hak baru” bagi masyarakat hukum adat di Kabupaten Sarolangun, namun Peraturan Daerah ini lebih ditujukan untuk menyatakan dan memperjelas keberadaan masyarakat hukum adat yang sudah ada dalam berbagai peraturan perundang-undangan sehingga dapat dilaksanakan di tingkat Kabupaten Sarolangun. Selain itu, hal tersebut sekaligus juga untuk mengantisipasi berbagai perkembangan yang mungkin akan terjadi di masa mendatang agar pengakuan terhadap masyarakat hukum adat di Kabupaten Sarolangun tetap dapat berlangsung dan senantiasa bersinergi dengan berbagai kebijakan dan proses pembangunan yang dilaksanakan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.